SEJARAH JAKARTA YANG TERTUA
Hallo Lovers ❤️
Beberapa hari yang lalu saya mengikuti Instagram Live di akun Ani Berta dengan Tema "Asyiknya Belajar Sejarah" bersama Narasumber Asep Kambali S.pd, M.I.K seorang Sejarahwan juga Founder Komunitas Historia Indonesia.
Kang Asep nama yang biasa dipanggil menuturkan bahwa sejarah merupakan jati diri dan identitas, baik individu, keluarga maupun bangsa karena sejarah merupakan pintu gerbang ke masa lalu, masa kini maupun ke masa depan.
Design by me
Menurut Kang Asep kalau kita lebih mengenal dan memahami tentang budaya dan sejarah maka kita akan lebih mencintai juga menghargainya, karena sejarah bisa menjadi alat pemersatu bangsa.
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan memiliki sejarahnya masing-masing. Saya jadi teringat beberapa buku yang pernah saya baca dengan Judul "Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta" karya Aldof Heuken SJ dalam Tiga Jilid.
Jakarta merupakan Ibukota Indonesia dan dimana saya dilahirkan juga tinggal, seperti pepatah "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung", sudah selayaknya saya berperilaku, bersikap dan menghargai budaya dengan adat istiadat juga sejarah kota Jakarta agar saya lebih mencintai Jakarta.
Sejarah Jakarta Yang Tertua
Seorang Raja di Pakuan mengadakan perjanjian Internasional pertama di seluruh Indonesia, Perjanjian antara Sunda dan Portugal di Sunda Kelapa yang kini disebut Jakarta. Pada abad ke-10, yang tertulis di Prasasti Kebun Kopi (932 Masehi), Jawa Barat dan Prasasti Cicatih di Cibadak (1030 Masehi), dimana menyebutkan tentang seorang raja maupun kerajaan Sunda.
Historis yang paling tua mengenai daerah Jakarta terdapat pada Prasasti Tugu yang berasal dari abad ke-5. Prasasti Tugu berkaitan dengan empat Prasasti tertua di Jawa. Semua berasal dari masa pemerintahan Raja Purnawarman, penguasa Kerajaan Tarumanegara yang beragama Hindu.
4 Prasasti tertua lainnya di Jawa yaitu :
• Prasasti Ciaruteun.
• Prasasti Cidanghiang (Lebak).
• Prasasti Kebon Kopi I (Ciampea).
• Prasasti Jambu (Nanggung, Bogor).
Prasasti Tugulah monumen pertama Hinduisme di Pulau Jawa, adanya agama ini didukung oleh Prasasti Ciaruteun, dan semua Prasasti bertuliskan huruf Wengi dari masa Palawa abad ke-5 dan bahasa yang digunakan Sansekerta.
Dimana Pada tahun 1911, Prasasti Tugu yang berada di Kampung Batu Tumbuh, dekat Gereja Tugu (1747), Jakarta Utara dipindahkan ke Museum Nasional, sayangnya bekas monumen historis tertua Jakarta tempat berdirinya Prasasti Tugu telah ditutup dengan aspal jalan.
Pada prasasti selain tulisan ditemukan juga sebatang tongkat dengan hiasan panjang, yang bagian atasnya mirip setangkai bunga lotus atau berbentuk trisula.
Pada abad ke-5 penghuni pantai Teluk Jakarta sudah berhubungan dengan dunia luar dan menyeret penghuni Jawa Barat kedalam percaturan ekonomi, politik, budaya masa silam.
Sunda kelapa menjadi pelabuhan utama Kerajaan Hindu Sunda dan Ibukota kerajaan ini, Pakuan Pajajaran yang terletak di Batutulis (Bogor).
Sunda kelapa disinggahi kapal-kapal dari Palembang, Tanjung Pura, Malaka, Makassar dan Madura, bahkan dari pedagang-pedagang India, Tiongkok Selatan dan kepulauan Ryuku (Jepang).
Pada tahun 1513 kapal Eropa pertama singgah di Sunda Kelapa, yakni empat kapal Portugis dibawah pimpinan De Alvin. Mereka datang dari Malaka untuk mencari rempah-rempah khususnya lada.
Perjanjian Sunda-Portugis di Sunda Kelapa
Pada tanggal 21 Agustus 1522, Jorge D'Alboquerque mengadakan perjanjian dan persetujuan perdamaian serta persahabatan dengan Raja Samiam (Raja sunda), dimana Raja Samiam memberikan izin untuk mendirikan sebuah benteng diatas tanahnya untuk Raja Portugis.
Pada tempat benteng akan dibangun, sebatang padrao dari batu, kawasan ini yang disebut Kelapa, dan batu peringatan (padrao) ditancapkan dengan lambang Raja.
Pasukan Cirebon-Demak Merebut Sunda Kelapa
Pada tahun 1522 Sunda Kelapa masih dikuasai oleh Raja Hindu dari Pakuan Pajajaran, Raja Pakuan ingin menarik Portugis dari Malaka ke pelabuhan Kelapa justru untuk mendirikan sebuah gedung dan benteng sebagai perlindungan terhadap ancaman dari Cirebon-Demak yang menganut Agama Islam. Mengenai perebutan Sunda Kelapa oleh Fatahillah tidak ada dokumen sejarah yang sezaman.
Lima tahun sesudah perjanjian, Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh pasukan Cirebon-Demak (1526), Ekspansi Demak ini dijalankan pada saat pendahulu Raja Sanghyang meninggal di Pajajaran.
Sunda Kelapa Menjadi Jayakarta
Perubahan nama Sunda kelapa menjadi Jayakarta tidak diberitakan oleh saksi-saksi sezaman, namun nama kedua tersebut tetap timbul dalam dokumen-dokumen sampai akhir abad ke-16.
Maka tentang dasar HUT Jakarta tanggal 22 Juni menimbulkan perdebatan karena tidak ada historis yang pasti. Perdebatan antar ilmuwan itu dikomentari oleh sejarahwan Adurracham Surjominharjo sebagai kemenangan pasti Walikota Sudiro (yang menentukkan tanggal 22 Juni 1527 sebagai Hari Jadi Jakarta).
Nah, lovers inilah cikal bakal sejarah Jakarta sampai akhir abad ke-16 yang saya pelajari dari Buku Sejarah Jakarta, semoga artikel saya bermanfaat dan apabila ada kekurangan juga ketidaktahuan saya mohon dibukakan pintu maaf karena keterbatasan saya sebagai manusia.
Salam hangat penuh cinta & kebahagiaan
❤️ Rizkha Andhini ❤️
Komentar