HARTA TAHTA WANITA, PARTRIAKI DALAM BUDAYA BATAK


Anak perempuan dalam keluarga Batak tidak mempunyai Hak Waris !! Pengetahuan baru yang saya dapat waktu menghadiri event  Wedding Batak Exhibition di Smesco Convention Hall yang diselenggarakan selama 2 hari pada tanggal 7-9 September 2024 yang secara resmi dibuka dengan pemukulan Tegading (alat musik traditional Batak), secara simbolik oleh penyelenggara Hela Parumaen dan Chatha Ulos yang didukung Iwita dan sponsor dari Maestro Patent International.

ADA APA SAJA DI WEDDING BATAK EXHIBITION 2024

Setelah pembukaan secara simbolik, acara dilanjutkan dengan penampilan tarian pengantin yang menampilkan 5 suku Batak, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak dan Batak Simalungun. 

Wedding Batak Exhibition (WBE 2024) merupakan pameran Batak pertama di Indonesia yang menghadirkan lebih dari 100 vendor, mulai dari wedding organiser, penyedia jasa katering, busana pengantin, penata rias hingga fotografi.

Selain itu exhibition, WBE 2024 menghadirkan acara Fashion Show, Wastra Nusantara, Talk Show, Music Concert dan Kompetisi.




TALK SHOW BERSAMA INA RACHMAN S.H, M.HUM

Harta Tahta Wanita, Partriaki dalam Budaya Batak, Peran hukum dalam mengadaptasi Budaya Batak. Topik Talk show hari pertama WBE 2024, dengan narasumber Ina Rachman S.H, M.Hum, seorang praktisi hukum International di dampingi oleh Martha Simajuntak, S.E, M.M founder IWITA dan Owner Chata Ulos.

Dalam budaya Batak partriaki mengacu pada sistem yang menepatkan pria sebagai pemimpin dan pengambil keputusan utama  dalam struktur keluarga dan masyarakat, peran pria terutama kepala keluarga sangat penting dalam mengambil keputusan, pengelolah harta dan pelaksana adat.

Hukum waris budaya Batak cendrung mengikuti patrilineal, dimana hak waris umumnya diberikan kepada anak laki-laki sedangkan anak perempuan tidak menerima hak waris yang sama dengan anak laki-laki. 

Salah satu yang menjadi alasan dalam budaya Batak anak perempuan tidak mendapatkan waris karena anak perempuan jika menikah maka dia akan menjadi bagian dari keluarga lain atau keluarga laki-laki, itulah sebabnya anak perempuan yang sudah menikah maka marga perempuan batak mengikuti marga suami, karena anak perempuan membawa marga ayahnya hanya dipakai untuk dirinya sendiri, sedangkan anak laki-laki membawa marga untuk dilanjutkan ke generasi berikutnya.

Meskipun demikian kata Martha Simajuntak karena rasa kasih sayang keluarga anak perempuan terkadang juga diberikan harta sebagai hadiah berupa perhiasan atau emas. 

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan hukum, beberapa keluarga Batak modern lebih fleksible dalam menerapkan hukum waris, dengan memberikan hak yang lebih adil kepada anak perempuan, agar anak perempuan bisa hidup lebih baik walaupun secara adat tidak menerima warisan.

Kesadaran akan kesetaraan gender, perempuan Batak modern semakin banyak mendapatkan akses dalam pendidikan, berkarir dan terlibat dalam pengambil keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Perubahan ini menunjukan pergeseran menuju kesetaraan  dalam beberapa aspek sosial dan adat.

Meskipun adat tradisional masih dihormati, perempuan Batak modern sering kali menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan peran mereka dalam masyarakat kontemporer.




Ina Rachman menyampaikan, Perjanjian pranikah atau kesepakatan pembagian warisan. Sah-sah saja jika kedua pihak membuat kesepakatan, semua kembali pada kesepakatan masing-masing. 

Semua kembali ke pilihan masing-masih apakah akan mengikuti hukum adat Batak yang berlaku. Dimana ada istilah pernikahan dalam budaya Batak tidak hanya menikah dengan satu orang, melainkan satu keluarga. Maka dalam bertindak, bersikap haruslah memikirkan dampaknya untuk satu keluarga. Atau mengadaptasi Budaya ke hukum yang berlaku.

Walaupun hukum adat dan hukum positif ( hukum yang secara resmi di negara) mungkin bertentangan kita tetap harus hormati tradisi yang berlaku, karena hukum adat mencerminkan norma dan nilai budaya yang sangat penting.

Budaya dan adat istiadat memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan harus dilestarikan. Hukum dapat berperan dalam mengakomodasi nilai-nilai budaya dengan cara yang konstruktif.

Hukum dapat berfungsi sebagai jembatan antara pelestarian budaya dan penerapan prinsip-prinsip hukum modern, memastikan bahwa nilai-nilai adat tetap hidup dan dihormati dalam kerangka hukum yang lebih luas.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELUANG MENCARI PENGHASILAN SEBAGAI CONTENT CREATOR HANDAL BERSAMA REVU

BIJAK MERENCANAKAN KEUANGAN DAN CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN MELALUI REFERRAL PROGARAM TUNAIKU AMAR BANK

BELANJA ONLINE DI FELANCY SEBAGAI BENTUK SELF LOVE