Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
THE ENERGY OF PUBLIC SPEAKING
Setelah sekian lama tidak menimba ilmu baru, saya memutuskan mengikuti sebuah talkshow yang diadakan oleh Komunitas ISB bertema "The Importance Of Public Speaking" acara ini diselenggarakan secara daring melalui Zoom, menghadirkan Alia Rahma sebagai pembicara utama.
Siapa yang tidak terkesan dengan profilnya? Seorang jurnalis, presenter TV, Nona Jakarta 2001, finalis Putri Indonesia Top 5 tahun 2005, sekaligus Putri Indonesia Pariwisata di tahun yang sama. Beliau juga merupakan seorang Communication Specialist. Sebagai orang yang ingin terus belajar, saya merasa seperti gelas kosong yang siap diisi dengan ilmu baru dari beliau.
Hal pertama yang membuat saya tercengang adalah saat Alia Rahma menjelaskan bahwa menjadi pembicara hebat tidak harus lahir dengan bakat bicara. Semua orang bisa menjadi pembicara hebat jika bersedia melatih dirinya. "Public speaking bukan soal pandai bicara, tapi soal terasah," katanya. Dari situ, saya belajar bahwa proses latihan yang konsisten adalah kunci utama untuk menjadi seorang public speaker yang berpengaruh.
Kemudian, Alia mengungkapkan tentang Speaker’s Impact atau dampak seorang pembicara terhadap audiensnya. Ternyata, kemampuan berbicara yang baik sangat bergantung pada tiga pilar utama: penampilan (55%), cara berbicara (38%), dan isi pesan (7%). Saya sempat terkejut bahwa isi pesan hanya memberikan kontribusi sebesar 7%. Menurut Alia, bagaimana cara kita tampil dan berbicara jauh lebih menentukan apakah audiens akan memperhatikan atau mengabaikan kita.
● Penampilan: 55%
Penampilan di sini mencakup bahasa tubuh, ekspresi wajah, hingga cara berpakaian. Kontak mata, senyuman, gestur yang terbuka, dan pakaian yang sesuai ternyata memberikan kesan pertama yang sangat penting. Orang memang cenderung "menilai buku dari sampulnya," dan dalam konteks public speaking, "sampul" kita adalah cara kita membawa diri di atas panggung.
● Cara berbicara: 38%
Saya juga belajar bahwa suara adalah alat komunikasi yang sangat kuat. Intonasi yang dinamis, volume yang jelas, dan jeda yang tepat dapat membuat audiens merasa terhubung secara emosional. Jadi, berbicara dengan monoton adalah hal yang harus dihindari jika kita ingin audiens tetap fokus pada apa yang kita sampaikan.
● Isi pesan: 7%
Konten tetap penting, meskipun porsinya kecil dalam menciptakan dampak keseluruhan. Isi pesan yang jelas, relevan, dan terstruktur akan memberikan nilai tambah pada presentasi kita. Cerita atau analogi sederhana ternyata sangat efektif untuk membantu audiens memahami pesan yang kita sampaikan.
Selanjutnya, Alia memberikan tips bagaimana mengatasi kecemasan saat berbicara di depan umum. Menurutnya, kecemasan sering kali datang dari tiga sumber utama yaitu situasi, audiens, dan tekanan tujuan. Saya merasa ini sangat relevan, karena sering kali kita merasa gugup saat berada di panggung hanya karena melihat banyaknya audiens yang menatap kita.
● Kecemasan berbasis situasi muncul saat kita berbicara di tempat baru atau di depan audiens besar. Untuk mengatasi ini, persiapan matang adalah kunci. Selain itu, teknik relaksasi seperti pernapasan dalam atau meditasi dapat membantu.
● Kecemasan berbasis audiens muncul ketika kita merasa terintimidasi oleh orang-orang penting atau ahli di ruangan itu. Cara mengatasinya adalah fokus pada individu, bukan kelompok besar. Ingatlah bahwa audiens datang untuk mendengarkan kita, bukan untuk menghakimi.
● Kecemasan berbasis tujuan terjadi karena tekanan untuk menyampaikan pesan dengan sempurna. Alia menyarankan kita untuk menetapkan tujuan yang realistis dan fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, bukan hasil akhirnya.
Salah satu momen yang paling saya ingat adalah ketika Alia memperkenalkan Teknik PAPA dan VIPP, dua pendekatan yang sangat membantu untuk meningkatkan kualitas public speaking.
PAPA adalah cara untuk mengatur gaya berbicara, yaitu:
● Pace : Kecepatan bicara yang pas agar audiens memahami pesan tanpa merasa bosan.
● Articulation : Pengucapan yang jelas, sehingga setiap kata terdengar dengan baik.
● Pitch : Variasi nada suara untuk menghidupkan pesan.
● Accentuation : Penekanan pada kata-kata penting agar pesan lebih kuat.
Sementara itu, VIPP berfokus pada cara membangun koneksi dengan audiens:
● Volume : Suara harus cukup keras untuk didengar seluruh ruangan.
●Intonation : Gunakan intonasi untuk menciptakan emosi dalam pesan kita.
● Pronunciation : Pelafalan yang tepat menunjukkan profesionalisme.
● Pause : Jeda untuk memberi ruang bagi audiens mencerna informasi.
Satu hal yang tak kalah penting adalah komunikasi non-verbal. Saya baru sadar bahwa gerakan tangan, postur tubuh, hingga kontak mata memiliki pengaruh besar terhadap cara audiens menerima pesan kita. Bahkan, senyuman sederhana bisa menciptakan koneksi emosional yang mendalam dengan audiens.
Bagi saya, sesi ini tidak hanya menambah pengetahuan tetapi juga memberi motivasi. Alia mengingatkan bahwa menjadi pembicara yang baik bukan soal kesempurnaan, tetapi tentang keberanian untuk berbicara dan memberikan dampak. “Jangan biarkan kecemasan menghalangi potensi Anda,” katanya.
Saya merasa sangat terinspirasi dan siap mempraktikkan apa yang sudah saya pelajari. Public speaking, ternyata, bukanlah sesuatu yang hanya dikuasai oleh segelintir orang. Dengan latihan, siapa pun bisa melakukannya. Kini saya sadar, setiap kata yang kita ucapkan memiliki potensi untuk mengubah dunia orang lain. Bukankah itu alasan yang cukup kuat untuk terus belajar dan berani tampil?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
BIJAK MERENCANAKAN KEUANGAN DAN CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN MELALUI REFERRAL PROGARAM TUNAIKU AMAR BANK
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PELUANG MENCARI PENGHASILAN SEBAGAI CONTENT CREATOR HANDAL BERSAMA REVU
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar